Fakta Atau Realita Kiamat Mulai Di PORONG?


Kemungkinan besar kita tidak perlu menunggu sampai tahun 2012 untuk melihat apakah kiamat seperti yang digambarkan dalam film tersebut benar-benar akan terjadi ataukah tidak.
Salah satu proses terjadinya kiamat dalam film tersebut adalah adegan permukaan bumi yang ambles ke dalam perut bumi menelan semua yang ada di atasnya, tanpa kecuali satu pun. Manusia, rumah, jalan raya, mobil, pohon-pohon, semuanya ambles masuk ke dalam perut bumi. Lenyap, tanpa bekas. Menyisakan ngarai nan dalam seolah tanpa dasar.
Untuk menyegarkan ingatan Anda yang sudah pernah nonton, atau untuk Anda yang belum pernah nonton, silakan lihat adegan film yang saya maksudkan itu di sini:http://www.youtube.com/watch?v=d_Re2j4VBRs
Walaupun — tentu saja — tidak sedahsyat dan sedramatis adegan film, sesungguhnya proses “kiamat” yang mirip di adegan film tersebut saat ini sedang dalam proses terjadi di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.
Meskipun tidak sedahsyat dan sedramatis adegan film itu, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa “kiamat” memang sedang dan dalam proses terjadi di Porong.
Sampai dengan tahun keempat ini volume lumpur yang telah keluar dari perut bumi Porong diperkirakan mencapai paling sedikit 12 juta meter kubik. Dengan keluarnya isi perut bumi sebanyak itu, tentu saja di bawah permukaannya itu telah tercipat rongga-rongga, akibatnya permukan tanah pun mulai menurun.
Sejak Februari 2009 permukaan kolam di pusat semburan mulai terjadi penurunan sekitar 10 cm/hari. Penurunan ini menarik permukaan bumi sekitarnya sampai dengan radius sekitar 6 km, membentuk sesar dari arah timur sampai barat yang menimbulkan rekahan-rekahan tanah. Dengan demikian permukaan tanah sewaktu-waktu akan ambles, menelan semua yang ada di atasnya.
Mulai dari penurunan permukaan rel kereta api yang melintang di kawasan tersebut sejak tiga tahun lalu, permukaan jalan Raya Porong yang retak-retak dan mengalami penurunan sampai hampir mencapai 1 meter, sampai pada benar-benar amblesnya bangunan rumah hilang lenyap ke dalam perut bumi. Seperti yang telah terjadi pada hari Rabu, 02 Juni 2010. Sebuah rumah di Desa Jatirejo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, amles masuk ke dalam perut bumi sedalam tiga meter. Sebelumnya juga pernah terjadi dengan sebuah rumah di Desa Siring, Kecamatan Porong, Sidoarjo, yang ditelan bumi masuk sedalam enam meter.
Silakan baca beritanya di sini:
Sudah dua bangunan rumah yang benar-benar hilang, lenyap ambles ditelan bumi, seperti di film 2012. Itu hanya awal dari sebuah bencana yang akan terjadi lebih dahsyat lagi - meskipun tentu saja kita tidak mengharapkannya.
Dengan masih terus terjadinya semburan lumpur, maka tidak berlebihan kalau predeksi itu disebutkan. Karena rekahan-rekahan tanah itu semakin banyak dan semakin melebar.
Bencana berikutnya mungkin saja terjadi pada Jalan Raya Porong.
Jalan Raya Porong saat ini sudah berada pada kondisi yang sangat berbahaya. Karena rekahan-rekahan tanah mulai sampai di situ. Selain rekahan-rekahan tanah, muncul juga semburan-semburan kecil yang membawa gas metana yang mudah terbakar dan beracun.  Hasil pencitraan dengan geo-radar memperlihatkan 30 meter di bawah permukaan jalan Raya Porong telah muncul rekahan-rekahan aktif yang semakin banyak bergerak ke atas.
Padahal Jalan Raya Porong ini adalah alternatif terakhir urat nadi yang menghubungkan Surabaya - Malang, setelah jalan tolnya ditenggelamkan lumpur. Jalan ini setiap harinya harus menanggung beban berat dengan lewatnya jumlah kendaraan bermotor kecil-besar, termasuk truk-truk tronton dan kontainer, mencapai 167.000 unit per hari.
Setiap hari pemandangan kemacetan panjang berkilo-kilometer selama berjam-jam di jalan tersebut adalah pemandangan biasa. Setiap orang yang hendak ke/dari Malang/Surabaya, melewati jalan raya ini siap-siap saja mengalami “kesengsaran” itu.
Walaupun sudah dalam kondisi yang sedemikian berbahaya pemerintah masih belum memandang perlu untuk menutup jalan tersebut. Meskipun telah mendapat desakan dari banyak pihak. Alasan yang dikemukan Gubernur Jawa Timur Soekarwo adalah karena tidak ada lagi jalan alternatif yang mampu menampung sedemikian banyak kendaraan. Jalur alternatif, seperti Mojosari-Krian hanya mampu menampung 60.000 sampai 70.000 unit kendaraan perhari, dan tak sanggup menampung lewatnya kendaraan-kendaran besar/berat, semacam tronton dan trailer.
Maka kelihatannya pemerintah Jawa Timur dengan sangat terpaksa mempertahankan Jalan Raya Porong untuk tetap digunakan, meskipun sebenarnya berbahaya.
Apakah ada pertimbangan yang lebih penting daripada keselamatan jiwa manusia?
Menunggu jalan (tol) pengganti, masih di awang-awang. Diperkirakan baru selesai dan bisa digunakan sekitar pertengahan tahun 2011, namun sampai hari ini kepastian target tersebut apakah bisa tercapai, masih belum ada.
Bayangkan saja apabila ketika  sedang padat-padatnya kendaraan di Jalan Raya Porong itu, tiba-tiba permukaan tanahnya ambles sampai beberapa meter dalamnya dengan panjang sampai sekian meter, atau adanya pemicu api yang membakar gas metana yang tersembur itu.
Kalau sampai permukaan Jalan Raya Porong itu benar-benar ambles dan menelan semua yang ada di atasnya, bayangkan saja separah apa kerusakan yang diakibatkannya, dan sebarapa banyak korban jiwa yang melayang? Ratusan kendaraan berikut berapa jiwa manusia akan ditelan perut bumi Porong? Ataukah saya berlebihan tentang ini? Mudah-mudahan saja. Tapi, kalau memang demikian yang bisa terjadi?
Bukankah adegan bumi Kalifornia ditelan bumi seperti di film 2012 benar-benar akan terjadi di Porong?
Anehnya, meskipun fakta-fakta yang menakutkan telah terjadi berupa turunnya permukaan tanah, terjadinya rekahan-rekahan tanah, munculnya ratusan semburan baru dengan gas metananya, sampai amblesnya dua rumah ke dalam perut bumi itu, Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) - kenapa menggunakan istilah “Lumpur Sidoarjo”, bukan “Lumpur Lapindo”? - masih kelihatan tenang-tenang saja, dengan mengatakan bahwa kawasan-kawasan tersebut masih tergolong aman. “Kami perkirakan bahwa lokasi di sekitar ambelasan masih tetap aman, ” kata Achmad Zulkarnain, Kepala Humas BPLS (Kompas, Kamis, 03 Juni 2010).
Sebelumnya BPLS juga telah memprediksi hal yang sama terhadap Jalan Raya Porong. Mereka mengatakan bahwa tidak akan terjadi dampak destruktif pada jalan raya tersebut. Karena konstruksinya kuat terbuat dari beton, sehingga mampu menahan semburan. Kenyataannya, jalan raya yang sangat vital tersebut pun tak kuat menahan kuatnya tekanan dari perut bumi, dengan munculnya semburan-semburan baru di sana, dan mulau muncul juga rekahan-rekahan di sana.
Apakah pernyataan mereka yang selalu bilang aman-aman saja ini merupakan suatu hasil kajian murni, atau jangan-jangan hasil dari sebuah pesanan dari atas? Sebagaimana “keganjilan” pada pencalonan calon-calon bupati Sidoarjo yang seolah-olah mengejek korban Lumpur Lapindo.
Dua orang yang mengajukan dirinya sebagai calon bupati Sidoarjo berasal dari perusahaan Bakrie, yakni Bambang Prasetyo Widodo yang adalah Direktur Operasional PT. Minarak Lapindo Jaya, dan Yuniwati Teryana yang adalah Vice President External Relation PT Lapindo Brantas.
Entah apa yang membuat mereka bernyali dan “sampai hati” mencalonkan diri sebagai bupati Sidoarjo, padahal perusahaan yang mereka pimpin itu dianggap sebagai penyebab dari penderitaan sekian puluh ribu warga Sidoarjo,  korban lumpur “hasil produksi” perusahaannya, dan rusak dan musnahnya beberapa infrasruktur vital di Sidoarjo. ***

Posting Komentar untuk "Fakta Atau Realita Kiamat Mulai Di PORONG?"